Bisa jadi karena desain publikasi tersebut tidak memperhatikan masalah hirarki. Semua informasi ingin disampaikan kepada pembaca. Biasanya hal ini terlihat pada penggunaan font yang besar-besar, bold tapi sayangnya sama besar. Sehingga kita menjadi bingung, mana informasi yang ditonjolkan.
Tantangan Desainer
Tantangan para desainer grafis adalah membuat desain yang dibuatnya menjadi se-komunikatif mungkin. Pembaca harus di ajak melihat pertama kali pada informasi terpenting, lalu yang terpenting kedua, ketiga dan seterusnya. Para desainer harus mempunyai persepsi bahwa para pembaca memiliki keterbatasan dalam perhatian dan tidak punya banyak waktu.
Oleh karena itu, sebelum melangkah pada pembuatan desain, ada baiknya desainer memahami dulu content yang akan dibuatnya. Agar urutan pembacaan desain oleh pembaca menjadi tepat dan sesuai sasaran.
Bukan Sekedar Menarik
Salah satu kesalahan para desainer grafis adalah membuat desainer sebagus mungkin tetapi melupakan masalah komunikasi. Para pembaca dibuat tertarik dengan permainan warna, modifikasi ilustrasi, dll, tetapi mereka sulit menemukan maksud utama dari desain tersebut. Pada akhirnya hal itu membuat ketidakefektifan desain.
Beberapa Sarana untuk Memperkuat Hirarki
Warna
Memainkan warna, misalnya antara judul utama, sub judul, bisa menentukan mana yang utama atau yang sekunder.
Jenis Huruf
Pemilihan font yang berbeda antara hal yang utama dan pendukung bisa mempermudah pembaca menemukan apa yang dicarinya dengan mudah.
Besar Huruf
Ada baiknya kita memilih besar huruf yang berbeda antara beberapa content yang berbeda dalam desain tersebut.
Penggunaan Ilustrasi artistik
Bisa jadi kita menambahkan kotak terarsir dengan warna halus untuk menegaskan sebuah informasi yang harus dilihat pertama kali oleh audience.
Yang Perlu Diperhatikan
Semua sarana di atas harus digunakan secara konsisten, apalagi jika kita harus membuat desain sejenis buku atau katalog produk. Ketidakkonsisten penggunaan sarana hirarki membuat pembaca bingung. Misalnya, jika untuk nama produk digunakan warna biru tua, maka seterusnya harus digunakan warna tersebut.
Ruang Kosong dalam Desain
Selama ini masih banyak yang belum memahami fungsi ruang kosong dalam desain. Kebanyakan mereka yang belum paham akan hal ini akan berkomentar “Kok ini dibiarin kosong?”, “Mubazir nih”, “Tulisannya gedein lagi dong biar nggak ada yang kosong”, dll.
Ruang kosong dalam desain memang terkesan “mubazir”, jika ia tidak difungsikan dengan benar. Tetapi jika memang ruang kosong itu disengaja ada, dengan maksud memperkuat komunikasi dalam desain tersebut, tentu ia menjadi bermanfa’at buat desain tersebut.Analogi ruang kosong dalam desain seperti sebuah ruang terbuka dalam lingkungan atau seperti sebuah ruang keluarga yang lapang dalam sebuah rumah. Bayangkan jika kita tinggal di sebuah pemukiman yang sangat padat. Jalan-jalan disekitarnya hanyalah jalan-jalan kecil yang paling bisa dilewati motor. Tidak ada lapangan, temapat olahraga apalagi taman. Sangat berbeda dengan sebuah daerah pemukiman yang memiliki banyak ruang interaksi, tentu lebih nyaman untuk ditinggali.
Ruang kosong adalah tempat mata “berisitrahat”. Sebuah desain yang hanya berisi tulisan, tanpa ilsutrasi apa-apa, tentu akan membuat pembaca “pusing” atau lelah. Apalagi jika ternyata content-nya tidak begitu menarik buat si Pembaca. Di jamin, pasti ditinggalkan!
Ruang kosong juga bertugas mengisolasi informasi, sehingga para pembaca terfokus perhatiannya pada bagian yang kita beri ruang tersebut. Setelah itu, kita bisa memindahkan fokus pembacaan pada hirarki berikutnya dalam desain tersebut.
Tetapi tentunya ruang kosong harus benar-benar dipertimbangkan. Membuat ruang kosong, tanpa kemantapan konsep hanya menimbulkan kemubaziran. Apalagi kita hidup di Indonesia, di mana pemahaman akan hal ini masih lemah. Tentu menjadi tantangan buat para desainer atau mereka yang terbiasa membuat desain untuk mengoptimalkan semua kekuatan dan faktor desain agar menghasilkan desain grafis yang bagus dan komunikatif tentunya.
Antibodi Kegagalan; Sukes Bukan Hanya “Bermodal Dengkul”
Tidak pernah ada sesuatu yang bisa diperoleh hanya “bermodal dengkul”. Setidaknya itulah realita yang paling banyak terjadi.Kita mungkin banyak menemui buku, tulisan atau training-training yang menggunakan slogan bombastis seperti: “Sukses hanya dengan bermodal dengkul” atau “Menjadi kaya dengan bermodal dengkul”. Hal ini sah-sah saja sebagai penarik para calon customer untuk membeli buku atau mengikuti seminar tersebut.
Namun sangat disayangkan jika efeknya justru hanya membuat orang bermimpi memiliki kesuksesan, tanpa serius berpikir bahwa untuk menjadi sukses “tidak sesederhana itu”.
Seringkali para motivator bisa membuat audience-nya begitu bersemangat untuk menjadi sukses pada saat training sedang berlangsung. Hal ini juga terjadi pada buku-buku motivasi yang banyak dijual di pasaran. Biasanya hal ini dilakukan dengan menceritakan serangkaian “kisah sukses” beberapa orang yang dikatakan berhasil. Dan seperti biasanya pula, para audience/pembaca menjadi begitu terpukau dengan hasil-hasil fantastis yang didapat orang-orang tersebut. Sekali lagi, hal ini sah-sah saja, mengingat memang kita butuh motivasi untuk bergerak, berusaha, dan maju untuk menjadi sukses.
Yang menjadi permasalahan adalah manakala para audience dan pembaca menjadi dibuat “mabuk” dengan keberhasilan dan mimpi, sementara mereka tidak dijelaskan secara proporsional tentang effort yang harus dikeluarkan untuk mendapatkan kesuksesan tersebut. Sebab dalam realitanya orang-orang sukses harus mengalami serangkaian kegagalan untuk sampai pada posisinya yang sekarang.
Rasa sakit, rasa lelah, nuansa ketidakpastian, cemoohan orang, dikecewakan orang lain, ditipu, tidak mendapat dukungan dari orang-orang terpenting dalam hidup, pendapatan yang naik turun, terbelit hutang, dan masih banyak lagi item-item yang tidak enak yang harus “dirasakan” para pejuang untuk mendapatkan kesuksesan. Jika dijelaskan semua ini, mungkin akan banyak orang yang mulai berpikir ulang untuk “menjadi sukses”.
Sebagai akibatnya, hal-hal tersebut menjadi tidak populer untuk diceritakan. Ia hanya menjadi bagian pemanis -kalau tidak dikatakan sekedar pelengkap- dari training-training motivasi. Dan sebagai ending-nya, para peserta training atau para pembaca buku-buku motivasi, menjadi “shock” manakala dalam realitanya gambaran mimpi yang selama ini tergambar dalam benaknya tidak berhasil mereka raih.
Menceritakan secara proporsional hal-hal yang “tidak enak” dalam mengejar kesuksesan akan membuat para audience/pembaca membentuk “antibodi kegagalan”. Antibodi ini diperlukan mengingat perjuangan untuk mendapatkan kesuksesan bisa jadi sebuah jalan yang sangat panjang dengan nafas yang harus diatur secara baik.
Antibodi kegagalan sendiri terepresentasi dalam dua modal terbesar. Pertama adalah “keyakinan”. Kita harus yakin bahwa apa yang sedang kita lakukan ini memang sesuatu yang benar, dan kita berada pada jalan yang benar untuk mewujudkannya. Modal ini harus kuat-kuat kita miliki, mengingat di pertengahan jalan nanti, akan banyak orang atau pihak-pihak yang berusaha menggugurkan keyakinan kita. Mereka bahkan secara “sukarela” memberikan data dan fakta bahwa kita harus menyerah dan berhenti sampai di sini sebelum kesuksesan itu kita raih. Makanya, untuk menjadi sukses, yang pertama diyakinkan adalah kita sendiri, kalau pun kita harus sendirian dengan keyakinan tersebut, tidak mengapa. Sebab keyakinan tersebut yang akan menjadi bahan bakar kita untuk terus bergerak.
Antibodi kegagalan kedua adalah sabar. Dengan kesabaran, segala hal-hal yang “tidak enak” seperti disebutkan di atas lebih mungkin kita lalui dengan baik. Jalan panjang menuju kesuksesan adalah jalan yang tidak diperuntukkan untuk mereka yang ingin cepat mendapat hasil. Kesuksesan butuh proses. Seperti kita menanak nasi. Kalau pun panasnya kita tambah 2 atau 3 kalinya, tidak akan membuat nasi cepat masak. Salah-salah malah, nasi gosong yang kita dapat.
Ketahanan dalam menghadapi tidak enaknya gagal, hasil yang tidak seperti diharapkan, dll akan membuat kita bisa terus berjalan menuju kesuksesan. Kadang memang rasa sakit harus kita rasakan sebagai “harga” dari kesuksesan. Kadang pula kepahitan harus kita alami sebagai pondasi yang kokoh bagi kesuksesan. Soichiro Honda sendiri mengatakan, betapa orang-orang hanya senang membicarakan 1% kehidupannya (saat dia sukses), dan jarang membicarakan 99% kehidupannya (saat-saat dia gagal).
Kesabaran dalam menuju kesuksesan dengan berpegang pada keyakinan akan membuat kita lebih “mungkin” menuai kesuksesan. Mengapa dikatakan “lebih mungkin”? Sebab bagaimana pun, kesuksesan adalah hasil. Ia adalah hak Allah SWT untuk diberikan pada siapa yang dikehendakinya di dunia ini. Tugas kita hanyak bekerja, berusaha, berdo’a, dan bertawakal terhadap segala yang sudah kita lakukan. Masalah hasil itu adalah wilayah Allah SWt sebagai pemilik kita dan alam ini. Jadi memang setelah usaha keras yang kita lakukan, belum tentu kesuksesan itu kita raih, setidaknya di dunia ini.
Namun kabar gembiranya adalah, bahwa Allah Maha Adil dan memiliki serangkaian sunnatullah yang berlaku di alam ini. Buat mereka yang sudah memberikan effort terbaiknya, dan dikuatkan dengan niat yang ikhlas dan jalan yang tidak menyimpang dari aturan Allah SWT, maka pertolongannya akan turun dan membantu kita dari arah yang tidak pernah kita sangka sebelumnya. Sehingga kita akan berkomentar “hal ini tidak kita perkirakan sebelumnya”, atau “saya tidak menduga mimpi ini bisa berhasil”, dll. (jangan lupa menambahkan alhamdulillah di depannya sebagai wujud “tahu diri” kita atas semua pertolongan Allah SWT).
Dan terakhir, kalau pun memang benar-benar mimpi-mimpi kita tidak terlaksana di dunia ini, kita harus yakin bahwa Allah tidak menyia-nyiakan semua yang sudah kita lakukan. PASTI, Allah swt ganti dengan yang lebih baik di akhirat. Atau sebenarnya, kalau kita mau “melek” sedikit, mungkin mimpi kita yang tidak terlaksana itu, sudah Allah ganti dengan sesuatu yang jauh lebih baik. Hanya saja dibutuhkan sedikit kecerdasan mata hati untuk bisa membacanya…
Selamat berjuang meraih kesuksesan!
Tetaplah berjuang menggapainya…
Betapapun lambatnya perjalanan kita, atau panjangnya jalan yang harus ditempuh, TETAPLAH BERJALAN, sebab kesuksesan adalah komitmen kita terhadap tujuan akhir.
Semoga Allah SWT meridhai semua langkah kehidupan kita…
Amiiin…

Tidak ada komentar:
Posting Komentar